Siapkah Aceh Menuju "Visit Aceh Year 2013"?

14/07/2012 03:43

Anjond.com - Setelah terus mengalami peningkatan wisatawan sejak tahun 2008, Disbudpar Aceh juga semakin gencar mempromosikan Pariwisata Aceh dalam program tahunan “Visit Aceh Year”. Yang tentu tujuannya untuk menarik minat wisatawan menjadikan Aceh sebagai destinasi wisata dan sekaligus meningkatkan daya tarik investasi di sektor pariwisata. Hal ini adalah salah satu bagian dari persiapan Aceh menuju “Visit Aceh Year 2013”.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kunjungan wisatawan mancanegara ke Aceh mengalami kenaikan 15% dibanding januari. Secara kumulatif jumlah wisatawan mancanegara yang telah berkunjung ke Aceh dari Januari-Februari 2012, sebanyak 2229 orang atau meningkat 59% dibanding periode sebelumnya. WIsatawan terbanyak datang dari Negara tetangga “Malaysia”, disusul oleh Jerman dan RRC. mungkin dengan gencar nya upaya yang dilakukan pemerintah, kita bisa berharap jangkauan (range) promosi pariwisata kita bisa sampai ke berbagai negara di pelosok dunia dan berdampak pada kenaikan wisatawan secara signifikan sesuai target Pemprov Aceh di tahun 2013 yaitu 1,3 juta wisatawan. Apakah target berdasarkan kuantitas tidak diimbangi dengan kualitas? Lalu pertanyaannya, siapkah Aceh menuju “Visit Aceh Year 2013”?

1) Fokus Sektor Pariwisata

Sangat tidak relevan jika anda mengatakan sektor pariwisata Aceh tidak menjanjikan. Dari segi fisik, sektor pariwisata Aceh sungguh luar biasa. Namun faktanya saat ini hanya sektor pertanian dan kelautan yang jadi sumber APBD terbesar provinsi Aceh. Bisa kita lihat, bahwa banyak situs objek wisata yang bisa kamu kunjungi di Aceh. Tak hanya situs Tsunami, terdapat juga situs sejarah, wisata alam, wisata kuliner dan cindera mata yang unik sebagai oleh-oleh untuk sanak saudara di rumah. Tapi apakah semua situs objek wisata itu sudah maksimal dalam menarik dan memuaskan wisatawan?

Di point pertama ini kita menyinggung pemerintah yang terkesan tidak total dalam mengelola sektor pariwisata Aceh, hingga banyak yang cenderung mengatakan jikalau “objek wisata di Aceh itu hanya enak dilihat tapi tidak enak dirasa” Lalu apa dampaknya? Tentu dampaknya wisatawan ragu bahkan tidak berkeinginan untuk kembali berkunjung lagi.

Seperti contoh Lampu’uk, apakah ada yang meragukan keindahan pantai Lampu’uk? Namun bisa kita lihat bahwa pantai Lampu’uk belum dimaksimalkan secara penuh. Sedikitnya penginapan (resort), fasilitas yang masih kurang serta pelayanan dan penanganan Bencana yang belum teruji. Lalu apakah anda pernah berfikir, jika anda berada di sana lalu kembali terjadi gempa yang berpotensi tsunami, kemana anda akan berlari? Apakah sudah disiapkan Tsunami Escape Building disekitar pantai Lampu’uk? atau sudah adakah jalur evakuasi tsunami yang benar-benar memadai disana? lalu adakah pemandu yang mampu menangani pengunjung yang panik?

Begitu juga sama halnya dengan Museum Aceh yang mulai kurang terurus dengan baik dari segi fisik maupun pelayanan. Museum ini seperti dikucilkan dengan kehadiran Museum Tsunami yang lebih banyak menarik minat pengunjung. Sedikit cerita ketika kami “AnjondTeam” meliput Museum Aceh, dan saat itu Museum belum juga dibuka padahal waktu menunjukan pukul 14.00 wib. Lalu ada beberapa wisatawan dari Malaysia yang kebingungan mengapa mereka tak diizinkan masuk padahal waktu sudah menunjukan pukul 14.00 wib. Hingga terdengar oleh kami turis Malaysia itu berdalih bahwa dia telah memesan tiket. Yang intinya kami simpulkan bahwa turis dari Malaysia ini seperti kebingungan dan kurang mendapatkan pelayanan yang seharusnya.

2) SDM yang berkualitas

Sektor pariwisata yang handal juga tak luput dari SDM yang berkualitas. SDM yang berkualitas ialah mereka yang paham dan mengerti banyak mengenai pendidikan pariwisata. Seperti halnya pemandu wisata atau akademisi muda yang paham mengenai ruang lingkup pariwisata.

Tentu SDM berkualitas yang mengerti akan pariwisata tidak muncul dengan sendirinya. Perlu pembelajaran dan pendidikan khusus akan dunia Pariwisata. Yang saya herankan, kenapa Unsyiah sebagai jantung hati rakyat Aceh tidak membuka Pendidikan untuk pariwisata? Hal yang sedemikian ini sangat miris melihat Aceh yang kini menjadi destinasi para wisatawan lokal maupun mancanegara.

SDM yang berkualitas sangatlah dibutuhkan dalam dunia Pariwisata. Tak hanya mempromosikan, pelayanan yang memuaskan dan mengesankan tentu akan menjadi nilai lebih bagi wisatawan. Seperti halnya dalam konsep pemasaran pariwisata, kepuasan wisatawan adalah hal nomor 1 yang harus diutamakan. Agar saat wisatawan kembali ke daerahnya masing-masing, mereka akan menceritakan kesan baik tersebut dan kemudian kedepannya tak ragu untuk kembali berkunjung lagi.

3) Masyarakat

Tak hanya Pemerintah dan SDM yang berkualitas, masyarakat juga menjadi aktor penting menuju “Visit Aceh Year 2013”. Peran dan Dukungan masyarakat akan membantu terciptanya kota Pariwisata yang baik. Kenapa saya berkata seperti itu? kita bisa ambil contoh Bali. Masyarakat Bali paham betul bahwa Pariwisata adalah mesin ekonomi penghasil devisa dan menjadi urat nadi bagi kehidupan dan kelangsungan usaha mereka. Dan pemikiran seperti itu lah yang patut kita tiru dari mereka.

Jika Bali adalah kota pariwisata bernuansa hindu, tentu kita juga bisa menjadi kota pariwisata bernuansa islami. Apalagi dengan ditetapkannya hukum syariat Islam di Aceh. Namun apa yang menjadi batu sandungan kita untuk bisa seperti Bali? Tentu masyarakat yang kurang mengimplementasikan budaya Aceh yang Islami secara kaffah. Lihatlah bagaimana masyarakat Bali terlihat sangat kental mengimplementasikan budaya Hindu di wilayah mereka sehingga menjadi daya tarik yang luar biasa bagi Turis. Nah, jika kita masyarakat Aceh mampu menerapkan budaya Islam di Aceh secara kaffah maka itu sama hal nya akan menjadi daya tarik bagi wisatawan.  Faktanya masih banyak masyarakat Aceh yang melanggar ketentuan syariat Islam terlebih lagi didepan khalayak ramai seperti berdua-duaan yang bukan muhrim, pakaian yang digunakan dll.

Kemudian ada lagi fakta bahwa banyaknya persepsi masyarakat yang salah mengenai wisatawan, khusunya wisatawan asing. Masyarakat seringkali mengira bahwa Wisatawan asing atau disbut Bule’ ini memiliki uang yang berlimpah sehingga banyak Masyarakat yang mengakali wisatawan seperti kejadian penetapan harga Becak yang tidak sewajarnya. Nah, Tentu pemikiran seperti itu yang harus dimusnahkan melalui peran pemerintah untuk membimbing masyarakat lewat sosialisasi, pendidikan, dll. Itu akan membantu mengubah persepsi masyarakat mengenai wisatawan yang berkunjung.

4) Kemananan dan kenyamanan

Demi terciptanya pariwisata yang baik, kenyamanan dan keamanan sebuah wilayah haruslah di utamakan. Keputusan pertama para wisatawan berkunjung ke suatu wilayah tentulah mereka melihat segi keamanannya. Keamanan yang baik akan mendukung wisatawan dalam memutuskan destinasi wisata tanpa harus takut akan segi keamanan yang buruk. Seperti keamanan Aceh yang sempat diragukan saat Pemilukada 2012. Faktanya, banyak wisatawan yang mencoreng Aceh menjadi destinasi wisata mereka dan bahkan ada yang membatalkan kepergian mereka beberapa jam sebelum keberangkatan.

Dari segi kenyamanan juga harus diutamakan. Wisatawan yang merasa nyaman tentu akan merasa senang dan menjadikan Aceh sebagai wisata yang berkesan bagi mereka. Kenyamanan wisatawan didapat dari pelayanan yang baik. Dengan adanya pelayanan yang baik, wisatawan mungkin tak ragu untuk membayar lebih terhadap jasa yang kamu berikan.

5) Evakuasi bencana

Pasca Tsunami 26 Desember 2004 silam, banyak masyarakat pesisir pantai yang menjadi korban terjangan gelombang Tsunami. Dan kini sudah ada didirikan beberapa “Tsunami Escape Building” untuk mengantisipasi korban dari bencana lebih besar yang mungkin bisa terjadi kapan saja. Tapi seperti kita ketahui, bahwa “Tsunami Escape Building” belumlah berperan secara nyata saat Bencana terjadi. Masih banyak dari mereka yang memilih lari keluar hingga terjadinya keramaian yang menimbulkan kemacetan. Pembangunan “Tsunami Escape Building” juga belum merata di setiap daerah yang memiliki dampak Tsunami terparah.

Dan pemandu wisata juga harus dibekali mengenai evakuasi bencana saat mereka sedang menemani wisatawan berkeliling objek wisata. Seperti tidak boleh panik, mengambil keputusan darurat, dan lain sebagainya yang harus dimiliki oleh seorang pemandu wisata dan juga untuk masyarakat setempat dalam menghadapi bencana yang bisa kapan saja terjadi. (Anton)