Saya Dan Tsunami 26 Desember 2004 Silam

14/12/2011 14:06
26 Desember 2004, adalah hari kelabu bagi saya,keluarga serta seluruh rakyat bumi Aceh. Saya mengira bumi akan berakhir pada hari itu. Bumi menjadi gelap, orang-orang menangis ketakutan, serta mayat-mayat bertebaran.
 Dunia seakan berakhir pada hari itu. Sungguh mengerikan…

Ya inilah berbagi kisah tentang saya saat Tsunami di Banda Aceh 2004 silam. Karena saya sendiri memang berdomisili di Kota Banda Aceh, tepatnya di kecamatan Peurada. Kecamatan yang sangat dekat dengan Laut Alun Naga. Dan menjadi tempat awal saya menceritakan kejadian mengerikan ini.
Minggu pagi di Banda Aceh, saya pun terbangun dari tidur panjang yang sama sekali tak dinaungi mimpi-mimpi buruk akan hari ini. Saya melihat jam menunjukan  pukul 07.55 WIB dimana seperti biasa saya rutin menyaksikan salah satu tayangan televisi disetiap minggu pagi pukul 08.00 WIB. Saya membuka jendela kamar, terlihat fenomena cuaca di pagi hari yg berbeda dari hari sebelumnya. Pagi hari yang bisa dibilang tidak cerah dan tidak juga mendung. Dan sama sekali saya tidak merasakan firasat aneh tentang bencana yang beberapa menit lagi akan menenggelamkan saya beserta bumi Aceh.
Saat itu di rumah saya ada 6 anggota keluarga, dua diantaranya hanya menginap beberapa hari di kediaman saya. Aku, papa, kakak, nenek, om serta kakak sepupu. Dan kebetulan pada saat itu papa saya sedang ada rapat di kantornya.
Tepat sekitar pukul 07.59 WIB, saya merasakan getaran yg cukup kuat.. ternyata gempa yang diketahui berkekuatan 9,2 SR telah mengguncang seluruh dataran Aceh. Saya dan keluarga bergegas menyelamatkan diri keluar dari rumah. Karena dikhawatirkan rumah akan mendadak rubuh.
Saya pun terduduk di pinggir jalan dengan hati yang penuh ketakutan. Perasaan takut itu semakin menjadi ketika terlintas di pandangan saya orang-orang yang menangis ketakutan serta menara mesjid yang jatuh di depan mata kepala saya sendiri. Sungguh pemandangan awal yang cukup mengerikan.
Tak berapa lama, papa saya kembali dari kantor nya. Dia langsung bergegas memutar mobil dan menyuruh kami untuk segera naik. Tetapi papa kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil uang sebagai bekal buat jaga-jaga apabila terjadi sesuatu. Kemudian nenek saya juga ikut masuk ke dalam rumah, yang sempat membuat kami heran kenapa nenek masuk ke dalam rumah juga? Ternyata saat keluar, kami melihat nenek mengambil Al-Qur’an serta Mukenah nya. Memang nenek saya ini adalah muslim yg taat.
Disaat papa menginjakan pedal gas untuk kami menyelamatkan diri, kakak sepupu saya menoleh ke belakang dan melihat ada genangan air yang mengalir masuk ke daerah tempat saya tinggal. Kakak sepupu saya pun menjerit histeris ketakutan ketika melihat Genangan air seakan siap mengejar-ngejar kami .
Jalanan pun ramai dipenuhi oleh masyarakat yang mencoba untuk mengevakuasi diri. Ada yang mengendarai mobil, sepeda motor, dan ada juga yang berlari. Tentu hal ini membuat lalu lintas di jalan semakin macet dan tidak karuan. Akhirnya Papa menyuruh kami semua untuk turun dari mobil dan berlari ke tempat yang lebih tinggi. Saya, papa, dan kakak, kami bertiga bergandengan tangan, kemudian nenek, om serta kakak sepupu juga bertiga bergandengan tangan.
Tapi alangkah terkejutnya saya ketika Gelombang pertama datang setinggi leher papa. Kakak saya pun menjerit histeris dan akhirnya harus terpisah oleh saya dan papa. Sayapun digendong oleh papa, dan papa memberi saya intruksi untuk memeluk sebuah pohon agar kami berdua tidak terpisah.
Tapi hal mengerikan pun terjadi, ketika saya menoleh kebelakang.. tiba-tiba saya melihat langit berubah menjadi gelap. Ternyata gelombang yang sangat tinggi telah menutupi datangnya cahaya sinar matahari yang masih berada di ufuk timur. Gelombang itupun seakan ingin menelan kami semua. Kulihat nenek mengangkat kedua tangannya saat itu, tidak tau apa yg dilakukannya. Dan saya pun refleks menutup kedua mata saya.
Dan akhirnya gelombang raksasa itu telah menenggelamkan saya beserta seluruh orang yang berada si sekitar saya. Saya pun akhirnya harus terpisah dari genggaman papa, terombang-ambing dalam amukan gelombang Tsunami yg cukup tinggi. Cukup lama saya menahan nafas di dalam air, hingga akhirnya saya seperti ingin pasrah karena saya sudah tak kuat lagi untuk menahan nafas yang membuat dada saya semakin sesak. Tapi Alhamdulillah.. berkat mukzijat Allah, saya pun terhenti oleh sebuah pohon. Yaa, saya tersangkut di pohon itu!
Di saat papa hanyut, papa mampu menyelamatkan diri untuk naik ke atas atap sebuah rumah bersama om dan kakak sepupu saya, begitu melihat saya timbul dari dalam air dan berusaha untuk segera menarik saya ke atas atap di mana mereka berdiri. Tapi Allah seakan memberikan pilihan lain.. kakak saya tersangkut di jendela dan kakinya terjepit, spontan kakak saya pun menangis kesakitan. Dan pada saat itu juga perut saya dalam keadaan terjepit diantara sebuah kayu,  perut ini serasa ingin pecah.
Om saya terpaksa harus mengambil satu pilihan diantara kami berdua.. Om saya berfikir “yang penting satu dulu selamat”. Dan om saya menarik kaki kakak saya sekuat tenaga, dan akhirnya kaki kakak saya bisa lepas dari jepitan kayu-kayu. Dan kemudian om saya menyelamatkan saya yang juga terjepit di antara kayu-kayu.
Kini kami semua sudah berada di atas atap, namun satu lagi yang belum ditemukan.. dimana nenek?! Dan nggak lama kemudian nenek pun timbul dari dalam air dengan masih memakai jilbab dan tak ada luka sedikitpun di tubuhnya. Tapi nenek sudah tidak bisa diselamatkan lagi, nenek telah pergi.. Spontan papa saya pun menangis melihat nenek kini harus pergi meninggalkan kami semua.
Saya yang masih kesakitan dapat melihat fenomena yang mengerikan ini.. melihat seorang wanita yang tersangkut di dalam sebuah rumah. Dan saya melihat seorang anak bayi yang mengapung di atas air tanpa sedikitpun basah di pipinya. Saya pun tersadar, Itulah mukjizat Allah SWT. Setelah air surut, rumah dimana kami berdiri di atas atappun tiba-tiba roboh. Seakan mempermudah kami untuk turun dari atas atap rumah. Kamipun berlari menuju rumah teman Papa, yang letaknya tidak terkena bencana dahsyat ini. Sehingga dia pun merasa heran ketika melihat kami yang berpakaian sangat kumuh.
 
Sungguh mengerikan jika Allah telah berkehendak, sebuah bencana yang diberikan Allah SWT sebagai teguran atas mereka yang melalaikan perintah Nya. Pemandangan yang sangat mengerikan, mayat-mayat bertebaran, dan orang-orang menangis ketakutan sambil terus mencari sanak keluarganya yang hanyut terbawa oleh gelombang Tsunami.
Pesan yang dapat kita simpulkan ialah, ketika Tuhan berkehendak.. Kita ini bukanlah apa-apa. Hanya iman yang dapat menyelamatkan kita. Dan pengalaman yang mengerikan itu takan pernah terlupakan dalam hidup saya.
Inilah Berbagi Cerita saya untuk Anda para pembaca setia Anjond.Com (fandy)
Artikel terkait :
  1. Bunga Kertas di Masjid Raya Baiturrahman
  2. Aku, Saksi Hidup Tsunami Aceh 2004
  3. Aceh, After & Before Tsunami
  4. Kapal PLTD Apung & Taman Edukasi Tsunami, Banda Aceh
  5. "Thanks The World", Taman Kota Aceh
  6. Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh
  7. AnjondTeam Tabur Bunga di Pemakaman Masal, Ulee Lheue