Museum Aceh, “Disinilah Sejarah Dimulai”

19/07/2012 23:16

Anjond.com - "Sejarah adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang. Sejarah adalah sebuah kisah perjalanan akan sepenggal pengalaman yang tak ternilai harganya dan Sejarah juga sulit untuk bisa diulang tapi tetap harus terus dipertahankan". Dan liputan kami kali ini adalah sebuah bangunan yang berdiri sederhana di pinggir krueng daroy yang didalamnya terdapat saksi bisu akan sebuah sejarah Aceh.

Ya, bangunan tersebut adalah Museum Aceh. Museum yang berlokasi di jalan Sultan Mansyursyah ini terlihat sepi, berbanding dengan apa yang terjadi di Museum Tsunami. Hanya beberapa orang yang terlihat berpakaian rapi mengitari halaman Museum Aceh, anak-anak sekolahan berlari ceria dan ada juga beberapa diantaranya yang mengabadikan moment kunjungan ke Museum Aceh.


Rumoh Aceh


"Masing-masing daerah tentu punya keunikan sendiri, kalau di jawa kita ada Joglo, kalau disini ada Rumoh Aceh
(Widya Ningsih dkk, Wisatawan Asal Jawa Tengah)

Sebelum masuk ke Rumoh Aceh melalui tangga yang tersusun rapi, sempat terlihat Jeungki, Geureubak, Peudati, Geupok, Meuriam, Peureulak Boom, dan Kohler Boom berada di bawah Rumoh Aceh. Jeungki merupakan alat tradisional yang digunakan untuk menumbuk padi. Lalu ada Geureubak/Peudati yaitu kayu beroda yang merupakan angkutan tradisional yang digerakan oleh tenaga lembu atau kerbau untuk mengangkut barang. Geupok sebagai tempat menyimpan padi yang telah dipanen. Yang terakhir ada peureulak boom, kayu keras hasil hutan Aceh dan Kohler Boom adalah kayu yang dulu tumbuh di halaman Mesjid Raya Baiturrahman. Kohler boom ini merupakan julukan yang diberikan oleh Belanda karena dibawah pohon inilah Panglima perang Belanda ”Kohler” mati di tangan para pejuang Aceh.

Itulah sedikit pemandangan yang bisa kita lihat sebelum masuk ke Rumoh Aceh. Setelah membayar tiket Rp.750, langsung saja kami masuk ke Rumoh Aceh melalui pintu yang tingginya hanya berukuran ±120-150 cm hingga memaksa kami harus menunduk. Namun ketika masuk, terlihat semua terasa luas tanpa perabot kursi atau meja. Semua duduk bersila di atas tikar ngom.

Rasa ingin tau akan setiap benda yang ada di Rumoh Aceh memang tak ada habisnya. Berhubung waktu sudah semakin sempit, kami memutuskan untuk melakukan sesi wawancara dengan beliau-beliau selaku pemandu di Rumoh Aceh. Setelah saling berkenalan dan meminta izin, kami langsung membuka sesi interview dengan satu pertanyaan pertama kepada bapak Murni yang bersedia untuk diwawancarai.

AnjondTeam : Pak bisa jelaskan sedikit mengenai Rumoh Aceh ini ?
Pak Murni : Rumoh Aceh ini pertama kali dibangun oleh Belanda pada tahun 1914 untuk pameran yang diadakan oleh Pemerintah kolonial Belanda di Semarang. Jadi karena banyaknya penghargaan emas dan perak akan Rumoh Aceh, maka diusulkan oleh pemerintah colonial Belanda memindahkan Rumoh Aceh kesini untuk dijadikan Museum Aceh. Jikalau ada pendapat masyarakat Aceh kalau Rumoh Aceh ini adalah rumah Raja atau Sultan Iskandar Muda adalah salah.
AnjondTeam : Apakah Rumoh Aceh ini sudah ada sejak belum adanya Museum Aceh atau baru ada ketika dibangunnya Museum Aceh?
Pak Murni : Pertama kali dibawa pulang, letak Rumoh Aceh ini berada di Blang Padang. Baru dipindahkan ke Museum Aceh dan diresmikan.
AnjondTeam : Apakah tatanan Rumoh Aceh ini sama dengan tatanan Rumoh Aceh aslinya?
Pak Murni : iya sama, hanya bedanya kalau Rumoh Aceh asli tangganya itu disamping.
AnjondTeam : lalu bagaimana dengan pengurusan Rumoh Aceh ini?
Pak Murni : Kami mempekerjakan cleaning service untuk menyapu rumoh Aceh ini sehari sekali dan membersihkan barang-barang perabotnya seminggu sekali.
AnjondTeam : Barang-barang yang ada di dalam ini semua, asli atau replika?
Pak Murni : Barang disini semua asli, ada yang dari Eropa, China.
yang lapuk. ya intinya kita berharap pemerintah mau memberi perhatian lebih.

AnjondTeam : Bagaimana respon pengunjung terhadap Rumoh Aceh ini?
Pak Murni : Lumayan lah, kebanyakan pengunjung didominasi dari Malaysia, ada juga dari Australia dan Jerman.
AnjondTeam : Apa kesulitan dan harapan kedepan akan Museum Aceh ini?
Pak Murni : Sebenarnya masalah kita adalah dana yang kurang, misalnya untuk perbaikan kayu. Ya intinya kami berharap pemerintah mau menaruh perhatian lebih terhadap Museum Aceh dan Rumoh Aceh ini.

Setelah sesi wawancara dengan Pak Murni dkk selaku pemandu di Rumoh Aceh, kami juga mewawancarai pengunjung mengenai tanggapannya terhadap Museum Aceh khususnya Rumoh Aceh.

Pak Andi & Ibu Lia (Neusu) : "Ya saya juga belum bisa kasih tanggapan banyak. Karena menurut saya Museum Aceh & Rumoh Aceh ini kurang promosi. Saya saja dari tahun 2008 baru pertama kali mengunjungi Museum Aceh.Tau nya waktu lihat TV saat Farah Queen tampil di Rumoh Aceh".

 


“Rumoh Aceh bukanlah sekedar sebuah tempat hunian, tetapi juga merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Melalui Rumoh Aceh, kita dapat menilai pola hidup dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Aceh” Sekian. (anton)

Artikel Terkait : Lonceng Cakra Donya, Icon Museum Aceh